Wadi’ah | pengertian, landasan, rukun, syarat, macam-macam, aplikasi di bank

WADI’AH

Baca juga :

  1. Pengertian

Secara bahasa : wadi’ah ( الودعة) berartikan titipan (amanah). Kata Al-wadi’ah berasal dari kata wada’a (wada’a – yada’u – wad’aan) juga berarti membiarkan atau meninggalkan sesuatu. Sehingga secara sederhana wadi’ah adalah sesuatu yang dititipkan.

Secara harfiah : Al wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak kepihak yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.

  1. Landasan hukum

Ulama fikih sependapat, bahwa wadi’ah adalah sebagai salah satu akad dalam rangka tolong menolong antara sesama manusia. Sebagai landasannya firman allah di dalam al-quran.

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanaya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.

Dasar dari ijma’, yaitu ulama sepakat diperbolehkannya wadi’ah. Ia termasuk ibadah sunnah. Dalam kitab Mubdi disebutkan : “ijma’ dalam setiap masa memperbolehkan wadi’ah. Dalam kitab Ishfah disebutkan: ulama sepakat bahwa wadi’ah termasuk ibadah sunnah dan menjaga barang titipan itu mendapatkan pahala.

  1. Rukun dan Syarat wadi’ah

 Rukun Wadi’ah

Menurut ulama ahli fiqh imam abu hanafi mengatakan bahwa rukun wadi’ah hanyalah ijab dan qobul[.Namun menurut jumhur ulama mengemukakan bahwa rukun wadi’ah ada tiga yaitu:

  1. Orang yang berakad
  2. Barang titipan
  3. Sighah, ijab dan kobul

Syarat Wadi’ah

Dalam hal ini persyaratan itu mengikat kepada Muwaddi’, wadii’,dan wadi’ah. Muwaddi’ dan wadii’ mempunyai persyaratan yang sama yaitu harus balig, berakal dan dewasa. Sementara wadi’ah disyaratkan harus berupa suatu harta yang berada dalam kekuasaan/tangannya secara nyata.

  1. Syarat-syarat benda yang dititipkan.
  2. Benda yang dititipkan disyaratkan harus benda yang bisa disimpan. Apabila benda tersebut tidak bisa disimpan, seperti burung di udara atau benda yang jatuh ke dalam air, maka wadi’ah tidak sah apabila hilang, sehingga tidak wajib mengganti.
  3. Syafi’iyah dan Hanabilah mensyaratkan benda yang dititipkan harus benda yang mempunyai nilai atau qimah dan dipandang sebagai maal, maupun najis. Seperti anjing yang bisa dimanfaatkan untuk berburu atau menjaga keamanan. Apabila benda tersebut tidak memiliki nilai, seperti anjing yang tidak ada manfaatnya, maka wadi’ah tidak sah.
  4. Syarat Shigat

Sighat adalah ijab dan qabul. Syarat shigat adalah ijab harus dinyatakan dengan ucapan atau perbuatan. Ucapan adakalanya tegas (sharih) dan adakalanya dengan sindiran (kinayah). Malikiyah menyatakan bahwa lafal dengan kinayah harus dengan disertai niat. Contoh : lafal yang sharih: “Saya titipkan barang ini kepada anda”. Sedangkan lafal sindiran “berikan kepadaku mobil ini”. Pemilik mobil menjawab:” saya berikan mobil ini kepada anda”. Kata “berikan” mengandung arti hibah dan wadiah (titipan).

  1. Syarat orang yang menitipkan (al-mudi’)

Syarat orang yang menitipkan adalah sebagai berikut:

  1. Berakal
  2. Baligh. Wadiah tidak sah apabila dilakukan dengan anak yang belum baligh. Tetapi menurut Hanafiah, baligh tidak menjadi syarat wadiah sehingga wadiah hukumnya sah apabila dilakukan dengan anak mumayyiz dengan persetujuan dari walinya.
  3. Syarat orang yang dititipi (al-muda’)
  4. Berakal
  5. Baligh. Syarat ini dikemukakan oleh Jumhur ulama. Akan tetapi, Hanafiah tidak menjadikan baligh sebagai syarat untuk orang yang dititipi, melainkan cukup ia sudah mumayyiz.
  6. Malikiyah mensyaratkan orang yang dititipi harus orang yang diduga kuat, mampu menjaga barang yang dititipkan kepadanya,

  1. Hukum menerima benda titipan

Menurut keadaannya, hukum menerima wadi’ah ada empat. Yaitu :

  1. a) Wajib

Bagi orang yang sanggup diserahi(dititipi) oleh orang lain dan hanya dia satu-satunya orang yang dipandang sanggup, maka hukumnya wajib. Begitu juga, apabila orang yang menitipi itu dalam keadaan darurat.

  1. b) Sunnah

Bagi orang yang merasa sanggup diserahi suatu amanat, sehingga ia dapat menjaga barang yang diamanatkan dengan sebaik-baiknya.

  1. c) Makruh

Bagi orang yang sanggup, tetapi tidak percaya terhadap dirinya sendiri, apakah ia mampu menjaga amanat itu dengan baik atau tidak, sehingga dimungkinkan ia tidak dapat mempertanggung jawabkannnya.

  1. d) Haram

Bagi orang yang benar-benar tidak sanggup untuk diserahi suatu amanat.

  1. Macam macam wadiah
  • Wadi’ah yad al-amanah (Trustee Defostery)

Al- wadi’ah Yad Al-Amanah, yaitu titipan barang/harta yang dititipkan oleh pihak pertama (penitip) kepada pihak lain (bank) untuk memelihara (disimpan) barang/uang tanpa mengelola barang/ harta tersebut. Dan pihak lain (bank) tidak dibebankan terhadap kerusakan atau kehilangan pada barang/harta titipan selama hal tersebut. Aplikasinya di perbankan yaitu: safe deposit box.

Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut:

–        Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh penerima titipan.

–        Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh memanfaatkannya.

–        Sebagai kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya kepada yang menitipkan.

–        Mengingat barang atau harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan, aplikasi perbankan yang memungkinkan untuk jenis ini adalah jasa penitipan atau safe defosit box.

  •  Wadi’ah yad adh-dhamanah (Guarantee Depository)

Wadi’ah ini merupakan titipan barang/harta yang dititipkan oleh pihak pertama (nasabah) kepada pihak lain (bank) untuk memelihara barang/harta tersebut dan pihak lain (bank) dapat memanfaatkan dengan seizin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat, saat si pemilik menghendaki. Konsekuensinya jika uang itu dikelola pihak lain (bank) dan mendapat keuntungan, maka seluruh keuntungan menjadi milik pihak lain (bank) dan bank boleh memberikan bonus atau hadiah pada pihak pertama (nasabah) dengan dasar tidak ada perjanjian sebelumnya. Aplikasinya di perbankan yaitu : tabungan dan giro tidak berjangka.

Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut:

–        Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh yang menerima titipan.

–        Karena dimanfaatkan,barang dan harta yang dititipkan tersebut tentu dapat menghasilkan manfaat. Sekalipun demikian, tidak ada keharusan bagi penerima titipan untuk memberikan hasil manfaat kepada si penitip.

–        Produk perbankan yang sesuai dengan akad ini.

  1. Aplikasi wadiah dalam bank.
  • Giro wadiah

Yang dimaksud dengan giro wadiah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Dalam konsep wadiah, yad al dhommanoh, pihak yang menerima titipan boleh menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Hal ini berarti bahwa wadi’ah yad al dhomanoh, mempunyai implikasi hukum yang sama dengan qardh, yakni nasabah bertindak sebagai pihak yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai pihak yang dipinjami. Dengan demikian, pemilik dana dan bank tidak boleh saling menjanjikan untuk memberikan imbalan atas penggunaan atau pemanfaatan dana atau barang titipan tersebut.

  • Tabungan Wadi’ah

Di samping giro, produk perbankan syariah lainnya termasuk produk penghimpunan dana (funding) ada tabungan. Berdasarkan UU NO. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU NO.7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.

 


Leave a comment